Rabu, 30 November 2011

Dengan mendengarkan kita dapat memahami.

Dengan mendengarkan kita dapat memahami. 

Saudaraku, aku sarankan kau pikirkan kembali pernyataan itu.
Ya Rabb, Aku akan tetap berdoa untuknya dan untuk saudara-saudara yang lain. Berdoa untuk keteguhan kaki lemah ini. Berdoa untuk kuatnya akal dalam memikirkan. Berdoa untuk tetap tegaknya punggung ini dalam mengemban kebaikan. Berdoa untuk keterikatan hati ini dalam cinta-Mu. Berdoa untuk kebaikan bersama…

Jika memang berat, maka kau bisa meletakkannya dulu. Adukan saja bebanmu itu pada Rabb Yang Maha Meringankan Beban. Jangan putus asa, saudaraku…  Aku dan barisan saudara lain siap menyokongmu. Tunjukkan bagian mana yang lemah dari dirimu untuk kami bantu menguatkan.
Kau membahasakan kelelahan dalam pernyataan itu dengan jelas sekali. Mintakan nasihat pada orang sholih yang fahim. Berinteraksi dengan saudara-saudara yang bersemangat dalam dakwah agar kau ikut tertarik dalam medan magnet kesemangat itu. Insyaallah…

Jika masalahnya terletak pada kacaunya akademik, urusan pribadi, urusan di keluarga; maka kami bisa mengerti untuk membiarkanmu mengambil waktu. Waktu untuk menyelesaikan masalah-masalah itu. Dan ketika sudah usai, kami dengan sangat rindu menunggumu kembali. Maka, utarakanlah saudaraku tentang bebanmu itu. Agar Kami dapat mengerti… Agar kami dapat membantu.

Selasa, 29 November 2011

Bukan Klise

Cerita kami diawali dengan tidak saling mengenal. kemudian Kami Akrab dan merenggang. Kemudian akrab lagi.
Sahabat, beginilah aku. Yang sering merintih perih saat Kau tak lagi bersamaku.
Ya, memang beginilah aku yang pencemburu. Hanya sekarang rupanya ada niat di dalam hati ini. untuk mengusahakan menggandeng lebih banyak kawan lagi. Tak cuma dirimu.
Sudahlah... Aku sungguh ingin berubah. Berbagi cinta. Berbagi rasa. berbagi cerita dengan hati yang lain. 

***

Mengenang masa dahulu. masa kecil bersama keluarga. Saat Aku sangat mendambakan bisa terus bersama Masku, Mas Toriq yang selalu aku sayang. Aku tidak tahu mengapa. Setiap pasang kaki kecil pasti akan selalu ingin digendongnya. Seolah ada magnet yang menarik dengan medannya yang begitu kuat. Terbukti tujuh keponakanku juga tak ubahnya dengan diriku. Dialah masku... Pahlawanku setelah Bapak. Jodoh untuk masku. itu tema hari-hariku saat ini. Aku ingin melihatnya bisa berkeluarga. Ya Rabb, dekatkan jodoh terbaik untuknya v.v

***

Aku juga ingin berbicara tentang ini. Duduk semeja makan di kantin dengan orang yang tidak Kau kenal mungkin menjemukan. Tapi tidak denganku. Kemaren aku menikmati proses perkenalan itu. semeja dengan adik angkatan di Psikologi. Lisa namanya. Berbagi cerita. Membeli stiker yang ditawarkannya. Sekarang, setiap kami bertemu kami saling menyapa berbeda dengan hari-hari sebelumnya, diam tak mengenal. Cukup dengan 15 menit bersapa-sapa di meja kotak kantin itu. Semoga bisa merubah apa yang seharusnya bisa diubah....

***

Pagi ini ada bubur ayam bersama mba Ari. heeemm, tak tahu kenapa tidak seperti bisas. bubur kali ini enak...... 
Mba Ari, mbak yang Aku sayang. Mbak yang bisa membuatku mengambil teladan. Mbak yang bersemangat! ^.^

Senin, 28 November 2011

...

Hari ini... Adalah lembaran baru bagiku
Ku disini... Karna kau yang memilihku
Tak pernah kuragu akan cintamu
Inilah diriku dengan melodi untukmu


Dan bila aku berdiri tegar sampai hari ini
Bukan karna kuat dan hebatku
Semua karena cinta, semua karena cinta...
Tak mampu diriku dapat berdiri tegar, terima kasih cinta


Inilah diriku dengan melodi untukmu


Dan bila aku berdiri tegar sampai hari ini
Bukan karna kuat dan hebatku
Semua karena cinta, semua karena cinta...
Tak mampu diriku dapat berdiri tegar, terima kasih cinta

Terima kasih cinta...

Senin, 21 November 2011

..


Aku mencintai semburat keemasan tiap kali kami melingkar. Semburat keemasan di waktu pagi. Pagi antara jam 6 sampai jam 7.
Pagi itu semburat keemasan menyilaukan mata namun sedap dipandang. Pertanda langit sedang cerah dan awan sangat putih menaunginya. “Aku ingin memaknai pagi ini”, kataku dalam hati.
Aku mengulang beberapa hafalan penting itu. Hafalan yang keluar tiap kali ujian di taskif hari kamis. Tapi lagi-lagi oh Kawan, Aku malu bercerita. Aku selalu tak bisa mengingat dan mengurutkannya. Mengurutkan  arkanul bai’ah dan maratibul amal. Hehehe
Materi dalam lingkaran itu banyak membuka mataku. Tentang kejamaahan. Tentang adab ijin dalam agenda jamaah. dan lain-lain

Senin, 14 November 2011

Di Rumah ini..

Merasakan nikmat berjamaah, sungguh indah..
Menerima manis, pahit dan getirnya adalah pilihan. di sini, di Fummi. di rumah yang banyak mengajari aku tentang makna bersaudara. meski aku masih jauh dari kata mengerti, sungguh aku ingin terus belajar hingga penglihatan ini tak sanggup lagi menyaksikan. hingga pendengaran ini tak sanggup lagi mendengarkan. dan hingga Allah mencukupkan bilangan usiaku.

Lebih dari sebuah organisasi. lebih dari sebuah Lembaga dakwah kampus. Fummi adalah rumah yang menyejukkan penghuninya. dan, menyejukkan mata yang menyaksikannya. itu cita-cita kita bersama.

Perjuangan untuk membeli keridhoan Allah dengan apa yang sudah kita genggam sekarang adalah harga mahal. Kenapa mahal? karena kesempatan untuk ada di sini tidak bisa kita upayakan, meski semua yang ada di langit dan bumi kita kumpulkan untuk membeli kesempatan itu dari Allah.

Membicarakan profesionalitas, aku yakin antum lebih mengerti. Namun, teori ini tak selamanya dianut oleh penghuni rumah dakwah. Karena kenyataan memang seperti ini, saudara2 yang ingin kita peluk erat kadang menguras energi kesabaran terbesar kita. kadang kita harus rela menukarnya dengan rasa capek dan kecewa. dan oleh orang2 disebutlah hal ini sebagai ketidakprofesionalan. Kita ingin selalu mengingat bahwa "Siapa yang mahamenggenggam hati?"


waallahu a'lam.
Aku hanya ingin mjd saudara terbaik di antara yang terbaik. :):)
2 menit yang lalu
Silsilia Hikmawati

Sabtu, 05 November 2011

I Love White


Cukup Dengan Warna Putih
Allaahu akbar Allaahu akbar Allahu akbar
Laailaaha illallaahu Allahu Akbar
Allaahu akbar walillaahil hamd..
Senandung takbir yang membesarkan Asma Allah itu menggema dari lisan hamba Allah yang masih belia. Aku melihat ada dua orang anak kecil yang melatunkan takbir. Adem..
Aku mencari barisan shof untuk sholat. Dapat. Aku segera menggelar sajadah merah muda dan duduk. Aku ingin banyak melihat dan sedikit berbicara.
Khayalanku tiba-tiba direnggut oleh masa. Masa yang membungkus kenangan masa kecilku di musholla al azhar. Musholla yang sangat aku rindukan. Musholla yang memberikan banyak ilmu yang masih aku ingat  sampai sekarang.
***
Musholla al azhar yang sekarang diganti nama menjadi musholla al mauidhoh itu adalah ‘turunan’ dari masjid Al azhar. Masjid terbiru satu-satunya di Desaku saat itu. Aku belajar diniyyah (istilah untuk sekolah agama sore) di sana. Bermain pada saat istirahat.
By the way, ngomongin soal bermain jadi ingat saat istirahat di masa itu adalah saat yang menyenangkan. Ya Allah, ingin kembali rasanya ke masa itu. Masa itu indah sekali. Bermain sepak bola melawan anak2 putra yang nakal. Bermain betengan. Bermain petak umpet. Nah, petak umpet ini permainan yang paling tidak akau sukai. Aku pernah dijahilin temen2 sampai aku harus menghitung (jaga) sampai lebih dari 3 kali. Hiskhiks...
Musholla kami terletak di dalam kampung, kebanyakan saat itu halaman rumah tetangga musolla masih dari tanah dan luas. Itu tempat favorit untuk bermain bagi kami. Dan saat hujan tiba, halaman rumah itu menampung air hujan sampai menggenang seperti launtan. Melihat danau di depan sekolahan kami adalah hal menyenangkan. Kami suka mainan air sampai bel berbunyi setelah sholat ashar.  Itu kisah singkat masa kecilku di musholla al azhar. Indah...
Sekolah diniyyah dan sekolah pagiku berbeda. Sangat beda. Pagi hari aku sekolah di Madrasah Ibtidaiyyah Tamrinuth thullab. Berbeda karena sekolah diniyyahku adalah basis muhammadiyah sedang Sekolah pagiku berbasis Nahdlatul Ulama’. Di dalam Keluarga besarku Hanya keluargaku yang muhammadiyah. Biru d iantara hijau :).
Konsep yang cukup membuat bingung anak seumuranku. Nahdlatul ulama’ dan Muhammadiyah. Beberapa kali aku menjadi minder saat di sekolah pagi. Karena aku berbeda dengan mereka. Sekali lagi konsep ini membuat anak seumuranku bingung. Alhamdulillah, kepala sekolahku saat itu tidak terlalu mempersoalkan warna. ”Di sini kita belajar bukan menonjolkan warna masing2”, mungkin kurang lebih seperti itu pemikiran beliau jika aku bahasakan dengan Aku yang sekarang (sudah mahasiswa).
Ya, itu dua konsep yang membuatku secara tidak sadar sulit untuk menerima perbedaan warna. Sampai aku mengenal yang akan aku ceritakan berikut ini.
Keluargaku mendapatkan menantu laki-laki. Ya, kakak perempuanku menikah dengan seorang ‘ikhwan’. Betapa cerdas beliau sampai akhirnya keluarga kami tidak benar2 biru lagi. Kakak iparku megenalkan tarbiyah lewat partai. Saat itu partai keadilan. Hal itu sontak membuat perbedaan dalam jamaah muhammadiyah, karena warga muhammadiyah dihimbau berpartai P*N.
Bapak adalah kyai di muhammadiyah. Beliau salah satu orang yang merintis jamaah itu di desa kami. Sempat terjadi konflik. Namun, kami ingin tetap damai.
***
Singkat sekali masa tiba-tiba mengembalikanku pada waktu yang berjalan sekarang. Aku tersadar dari mengenang. Ada jamaah yang baru saja datang di dekatku. Aku menjamunya dengan senyum.
Sekarang sepertinya sudah berbeda. Merasakan jauh dari mereka. Tapi aku tak pernah mengingkari aku bagian dari mereka. Bagian yang lebih luas maknanya. Aku bagian darimu. Karena kita sama2 mukim dan muslim. Sama menjalankan perintah Allah. Mengingat kembali, bahwa menjadi muslim itu menjadi kain putih. Putih saja. Biru tidak. Hijau tidak. Cukup putih. Warna putih adalah sewarna yang melambangkan aqidah kita. Warna yang melambangkan ukhuwah kita. “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara,” bukankah begitu firman Allah??  

Selasa, 01 November 2011

Cinta dari langit itu yang seperti apa yah?

Sedang menenagkan diri. Sedang mengatur napas. Membuatnya teratur. Sedang ingin tersenyum.
Melewati gejolak jiwa yang bergumul di rongga dada beberapa menit yang lalu. hingga jemari saat itu tegas menekan huruf-huruf dan merangakainya menjadi tulisan ini:


Malam ini aku bercermin. Benar-benar ingin bercermin. Ingin lekat dengan cermin dan mengenal siapa aku yang di dalam cermin itu. Aku melihat diriku. Kelihatannya lelah. Oh, mungkin karena terlalu capek. Capek karena kuliah, mungkin juga karena organisasi. Oh, atau bahkan capek karena banyak disibukkan dengan hal yang masih kurang mempunyai manfaat. Ada Kantung mata terbentuk. Karena banyak melek di malam hari untuk menyelesaikan amanah2 tertulis ataukah karena terlalu banyak menatap monitor untuk facebook-an???
Astaghfirullah.... Lia, itu bercermin dalam pengertian yang cetek.
Lalu, harus bagaimana aku bercermin?
Coba kau lihat saudara-saudaramu. Lihatlah mereka. Kamu sering mengeluh kenapa mereka begini kenapa begitu. Padahal harusnya kan seperti ini. Kamu selalu protes. Kenapa dia gak perhatian. Kenapa dia tak peduli. Kenapa dia tak menyapaku pagi kemaren??
Ya Allah, aku ingin semuanya malam ini. Ingin kawan2 seperjuangan bisa kudatangkan dalam satu meja bundar dan mengeluarkan semua kekesalanku. Ingin mereka tahu. Ukhti, mari bersama memikul amanah ini. Bukankah bersama itu lebih indah? Bukankah bersama itu lebih ringan?
Aku kembali bercermin. Menemukan retak-retak dalam bayangan.
Hingga... Angin penyejuk itu datang. Muslim yang satu adalah cermin untuk saudaranya yang lain. Maka ketika si muslim menemukan retak dalam bayangnya. Bukanlah bayang itu yang coba di tutupi retakannya. Sungguh, dirimu sendirilah yang butuh diisi celah retaknya, sampai bayang yang terlihat di cermin adalah bayang tak bercelah.
Sungguh, cermin tidak pernah bohong. Ia hanya akan menampilkan bayangan sesuai bentuk aslimu. Cermin itu jujur.
 ***
Beristighfar, 
ya Allah.. Cinta dari langit itu yang seperti apa??
Aku ingin memilikinya. Aku ingin menggenggamnya. Aku ingin menebarkannya...