Saya terduduk sambil menahan
keinginan untuk memotong curahan hatinya. Saya genggam erat tangannya. Dia
bercerita panjang lebar dan saya masih berusaha agar saya tak bicara. Ini saat
bagi dia mengutarakan perasaannya.
Siang tadi, saya duduk berdua,
sangat dekat dengannya. Dengan seorang akhwat. Dia bercerita banyak. Tentang
bagaimana dia memandang ukhuwah di antara ikhwah
fakultas kami. Dia beberapa kali, menyadari bahwa sebenarnya dia lebih banyak
menuntut. Namun ia menonjolkan bahwa ikhwah seharusnya tetap menjaga
persaudaraan. Hmmmm.. Masalah seperti inilah yang memang selalu ada. Al ukh merasa tak mendapat perhatian
yang sama jika dibanding al ukh yang
lain.
Sebenarnya, ukhti.. kita masih
mempunyai PR yang banyak dengan adik-adik kita. Ayolah, lebih banyak
mengesampingkan keinginan untuk diperhatikan. Mari memperbanyak memberi untuk
orang lain, saudara kita, dan adik-adik angkatan kita. Itu saja..
Rutinitas memang tidaklah baik untuk seseorang. Perlu ada variasi yang menarik agar dinamika ini berjalan dan seni ini mengalir. Memang benar sepertinya, tidak ada kenikmatan selain menjadi orang yang merdeka. Namun, sekali lagi merdeka yang bagaimana? Saya dan Anda bisa melihat rujukan kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib yang mengartikan kebebasan.
Menggerutu, saya pernah. Jengkel pernah juga. Bete sering sekali. itu yang saya alami ketika melihat diri sendiri terkurung dalam kejumudan yang amat sangat. Huuh! Sekali lagi tidaklah enak menjadi orang dengan rutinitas yang padat dan monoton.
Sahabat, harus bagaimana saya memaknai aktivitas saya yang sekarang ini. Saya ingiiiiiin sekali bisa belajar mengenai 'makna' dari keberadaan saya yang sekarang di tempat ini. Sungguh! Menjadikan Variasi dari rutinitas yang membelenggu..
Allah, semoga ada waktu dan jalan.
Bismillaah. Saya sudah terhitung sangat lama tak menulis lagi di kertas blog ini :)
Saya bersyukur diberi kesempatan dan kemauan untuk kembali merangkai kata dalam kalimat yang ingin saya jadikan sebagai hikmah.
Sahabat, sore ini tepat setelah diskusi mengenai "Tips Sukses Ujian Semester", saya merasa sangat menyesal tak sungguh-sungguh sedari awal. Sempat menghibur diri dengan mengatakan bahwa mungkin potensi saya tidak sepenuhnya berada pada bidang akademik dan ada di bidang lain, sosial misalnya. Karena saya sangat tidak bisa menolak ketika ada tugas di organisasi. Mungkin bisa dikatakan saya sangat mencintai organisasi.
Namun, sahabatku.. ternyata saya masih sering cemburu jika melihat sahabat atau teman sejawat mempunyai prestasi yang bisa dibanggakan. Cemburu kenapa? karena saya tidak maksimal ikhtiar sehingga bisa berjalan kedua hal tadi, kuliah dan organisasi. Sekali lagi saya mempunyai motivasi untuk berhasil di kedua bidang tadi. Mungkin saya membutuhkan lingkungan yang dapat membuat saya berhasil di kedua bidang tersebut atau mungkin perlu ada evaluasi dalam menejemen waktu, peta hidup dan target-target yang sebelumnya sudah ada namun belumlah jelas alurnya.
Allah, saya pikir saya belum terlambat untuk membuat ujian semester di bulan Juli nanti sukses! ^^
Untuk satu kekecewaan
hari ini, satu kata aku tak ingin mengingatnya. Sangat mungkin membuat kecewa
orang lain, diri sendiri pun berpeluang melakukan. Yah, berusaha memahami dan
memaafkan. Harapan besar tertumpu padanya. Segenap keyakinan dan keoptimisan
kami curahkan untuknya. Sungguh, sangat besar. Dan, ketika apa yang diharapkan
tak sesuai realitas beginilah jadinya.
Akhirnya aku memutuskan
kembali kepada kalam Ilahi, bahwa memaafkan adalah lebih mulia. Akan bertambah
mulia lagi jika dapat ikhlas mendoakan. Berdoa untuk keterikatannya di jalan
dakwah ini. Dengan manhaj ini. Dengan peraturan ini!
Kami pulang dengan
tangan hampa, itu ibaratnya! Emosi ini bergulat di dalam hati. Astaghfirullaahal adziim..
Napas panjang terambil
dan akhirnya dihembuskan. Cukup menenangkan, cukup menyadarkan diri bahwa tak
sepantasnya seorang muslim seperti ini. Kembalikan semuanya pada Sang Pemilik
Hati. Allah Subhanahu wata’alaa..
Aku ingin membicarakan
masalah lain, tentang sebuah tulisan seorang sahabat. Tulisannya menghembuskan
napas yang hampir sama dengan tulisanku. Napas kekecewaan. Aku membacanya.
Menghayatinya. Kemudian diri ini menginsyafi dan memahami.
Waktu terlewat dalam
selingan aktivitas harian. Masih juga terngiang-ngiang. Dan saat diri ini
menyadari, ingin sekali berkata langsung kepada sang penulis. “Kenapa tak
Engkau tarik tangannya. Kau genggam erat jemarinya. Meski ia sekuat tenaga
berusaha lepas, tarik saja. Terus tarik sampai kau tak mampu lagi memegangi!
Tulisan antum menggambarkan
kepasrahan dan tak ada ikhtiar!”. Sungguh, Akh.. Ikhtiar dahulu. Kami di sini
membantu!
Ada yang menyesak.
Pedih rasanya. Sebuah cita mempunyai barisan ikhwan rapi yang menguatkan
perjuangan ini. Cita yang tak tahu kapan Allah akan kabulkan. Aku ingat sekali!
Kami pernah memperbincangkan hal ini bersamanya! Dahulu sekitar akhir tahun
2011. Kami punya mimpi indah tentang dakwah di fakultas tercinta. Tentang
pengkaderan, tentang pewarisan, tentang estafet perjuangan.
04 Februari 2012
Selayaknya seseorang
dengan dunianya yang sempit. Aku mungkin orang itu. Aku mencari tangga.
Benar-benar mencari karena aku ingin sekali melihat dunia di luar sana.
Menemukan arti kehidupan dari orang lain, teman lain dan sahabat lain.
Kecintaan yang berlebihan ini, menakutiku. Aku takut kalau-kalau suatu saat
justru berbalik perasaanku.
Untuk semua yang telah
lalu, aku menyimpan indah jejak perjuangan merah saga darimu, sahabat-sahabatku
di jalan dakwah. Untuk semua luka yang Aku ataupun Kau goreskan, aku telah
menghapusnyaJ.
Pun Aku sangat berharap engkau yang lebih rela menghapus goresanku yang lebih
banyak ku torehkan. Dan kini, Aku ingin membuka lembaran baru kisah kita. Dengan
semangat baru!
Bahwa siapapun bisa
menjadi guru bagi kita. Selayaknya seorang murid yang cerdas, pandai memilah
mana yang perlu untuk diambil dan mana yang ditinggalkan saja. Allah
benar-benar ingin kita mengerti dengan cara-Nya. Mencerdaskan dengan apapun
yang menyapa kita. Membuat mengerti hal-hal yang sebelumnya belum kita pahami.
Membuat kita menyadari dan memaknai kejadian-kejadian sarat hikmak tersembunyi.
Termasuk beberapa hari
ini, Allah ingin aku membaca. Ya, itu intinya. Ketika niat hati ingin membeli
dan harus ditangguhkan karena uang saku yang terlampau ngepas, Ada saja ilmu itu datang. Maha besar Allah...
Aku menyadari, karena amanah
yang sekarang ditumpukan di pundak ini. Ditambah dengan sekuat tenaga untuk
ikhtiar dan jika rencana kita bertemu dengan kehendak Allah maka itulah takdir.
Sedari kemarin jantung
ini berdebar, menyambut amanah yang tak ringan. Hanya ingin menganggap semua
yang dari Allah adalah istimewa. Maka yang istimewa itu yang kita perlakukan
lebih. Yang kita usahakan kesempurnaannya. Maha Besar Allah. Aku ingin sekali
bisa dekat dengan-Nya. Dekat artinya mencintai dan ber-raja’ untuk dicintai juga. Karena ketika sang Khaliq sudah cinta,
maka apa yang tidak untuk kita?
Detik saat dibacakan
keputusan tim Formatur GS2, terngiang pidato sayyidina Umar Bin Khattab saat
beliau diangkat menjadi kholifah. Menderu dan merinding rasanya. membayangkan
kedahsyatan kata-kata beliau yang menghipnotis sahabat-sahabat saat itu. Hingga
hati ikhlas menerima dan tunduk. Hingga air mata menetes dan muncul dukungan
untuk kholifah saat apa yang dilaksanakan adalah kebenaran dan ada juga
keberanian untuk menegur jika Sang Al Faruq khilaf.
Semua tentang hari ini
ingin aku bungkus dengan mengucap satu kata, Allah Jadikan Hamba seorang
pemimpin yang amanah.. Amiin
Pagi di hari Rabu tanggal
18 Januari 2012 ini aku merencanakan untuk pulang dan lagi-lagi aku ingin
dijemput lagi (hehe). Sebenarnya sudah ada firasat, kayaknya ada yang
mengganjal. Ternyata benar.
Ada
Ganjalan
Ganjalan pertama, si Abang
gak pake motor yang biasanya. Wew, malah pake motor yang penuh atribut partai
(hahahaha). Kasian nian tuh motor. Jadi ‘korban’ kampanye tahun 2009 saat
pemilihan presiden. Tau sendirilah ada berapa banyak ponakanku. Masing-masing
memegang satu stiker warna keemasan dengan 2 bulan sabit yang dipisah setangkai
padi. Masyaallah... Stiker itu mendarat di semua sisi dan semua sudut yang
kosong dan berpotensi untuk dilihat mata. Wew! Alhasil motor ini benar-benar
ikut andil dalam syiar partai.
Weleh-weleh.. (-_-)’
Ganjalan Kedua, setelah
motor meluncur beberapa kilo si Abang cerita tuh kalo rantai motornya lepas 2
kali saat tanjakan ke Trankil. Superr sekali. Untung pas aku gak lagi mbonceng
(wkwkwk). Kami yang biasanya berlari sekencang kuda, hari ini tiba-tiba
mendadak sekencang--apa ya? Aku bingung menggambarkan kecepatan kami.
<(^_^)>
Itu
paginya. Ini siangnya....
Seolah memenuhi kerinduan
akan saudara dan sahabat lama. Setelah sarapan dan berbincang dengan ortu aku
segera menuju ke rumah tempat ponakan-ponakanku bebas mengekspresikan
kekonyolan mereka. Di rumah mbak Umi. Mbak pertamaku. Waktu kami lalui dengan
berdiskusi dan aku menceritakan kehidupan kampusku. Ada satu hal yang sangat
berkesan dari diskusi kami. “Rezeki itu dari Allah dan mungkin saja orang-orang
terdekat di sekitar kita itu sebagai lantarannya. Tak perlu menjadikan proses
lantaran itu sebagai hal yang menjadikan kita bersikap condong”. Okelah, pasti
yang baca ini agak gak mudeng. Gak papa ^^
Belum sempat jeda setengah
jam aku mengobati rindu dengan sahabat lama sejak kecil. Kami seolah sudah
bersepakat dan tangan kami seirama untuk saling menggandeng dan banyak cerita
yang dikisahkan dek Silvi saat itu.
Memancing
bersama Etong \(^.^)/
Hal yang sudah lamaaaa
sekali tidak kami kerjakan. Memancing di kali belakang rumah. Itu hoby Etong
sejak kecil dan aku hanya ikut-ikutan saja. Untuk siang ini pun sama aku
menjadi penonton dan membantu menarik kenur yang tersangkut di tanaman kali.
Kami banyak bercerita. Bernostalgia dan akulah yang paling cerewettt.
Aku juga sangat tahu kalau
hoby ini berlanjut saat Etong belajar di Negeri dekat sungai Nil itu. Katanya
di sana ikannya besar-besar.
Adzan berbunyi dan kami
memutuskan membungkus siang dengan senyuman. Ada dua ikan besar dan sisanya
ikan kecil (hehehe). Aku yang membawanya pulang.
Lanjut
ya... Sekarang Malamnya!
Kami duduk di teras depan.
Hanya berdua karena yang lain sedang pergi. Aku dan Etong lagi. Kami berkisah
mengenai kehidupan kampus. Awalnya aku yang bercerita tentang Semarang.
Kemudian dia yang melanjutkan cerita. Dari mulai Solo sampai Sudan.
Kami terpingkal-pingkal
saat Etong bercerita tentang toilet asrama, tentang pekerja kebersihan dan
tragedi lari-lari untuk mencari kamar mandi yang bersih. Aku seperti ikut
terbawa di lokasi cerita.
Ada 21 kamar di
masing-masing lantai. Ada 3 lantai di asrama itu. Setiap kamar dihuni 8 orang
dan hanya ada 4 kamar mandi di setiap lantai. Itupun belum tentu keempatnya
berfungsi semua. Weew... knp jadi cerita tentang kamar mandi ya? (O_o)
Adzan isya’ mengakhiri
kebersamaan. Inilah yang sangat aku rindukan sejak dulu.. bersama Etong Kecil.
Bedua saja^^
Sungguh, apapun yang Allah beri untuk kita kemarin, hari ini ataupun esok pagi adalah bentuk kasih sayang-Nya agar kita bersedia untuk senantiasa belajar. Meski terpaksa ataupun dengan rela. Allah membelajarkan kami dalam kisah itu. Di bukit yang sempat berkabut itu aku merasakan bagaimana berlatih dalam kerombengan ukhuwah. Rombeng lantaran dzon yang menggelayuti hati. Merasa sendiri, merasa memikul beban yang amat sarat.
Ada yang menyesak di hati. Kawan, beginilah aku yang butuh uluran tanganmu untuk menggandengku. kemudian dengan formasi erat tangan kita memikul beban berat itu bersama.
Waktu berlalu. Sekisah itu kini terganti lantaran tabayyun padamu. Rasanya sekisah itu menjadi indah lantaran aku mulai tahu bahwa ini memang Allah siapkan untuk perjalananku selanjutnya. Barangkali sedikit atau bahkan tak ada tangan yang terulur untukku.
Cinta ini terbingkai dalam ukhuwah yang indah. Untukmu saudara-saudaraku di jalan dakwah^^